Tidak terasa anak yang menangis sampai ingin menerobos pagar sekolah saat masuk paud saat gurunya meminta orang tuan untuk meninggalkan anak dipaud untuk belajar dengan guru supaya mandiri, kini sudah sekolah kelas 7.
Luar biasa sekali jika diingat - ingat waktu berlalu begitu cepat, anak yang masih dirasakan gurinjel - gurinjelnya ( tidak mau diam) saat digendong kini sudah remaja.
Tak terasa adiknya juga sudah 2. Emmmm sudah lumayan juga brarti usia ini.
Sedikit kisah sebagai catatan saat anak masuk kelas 7, anak saya ini kebetulan kelas tujuhnya mondok yang artinya jauh dari rumah. Sedikit kisah saat - saat hari dimana anak kami mulai kami titipkan dipondok, kami meneteskan air mata, teringat kisah saat anak kami masuk paud menangis saat kami tinggalkan dulu. Hingga kami tahu jika hal tersebutnya menjadi mandiri.
Peraturan saat memasuki pondok, ketika sudah masuk gerbang pondok anak tidak boleh berbalik. Namun sayang kami kurang mengetahui peratutan itu sehingga kami menyuruh anak kami langsung saja nyur masuk dengan maksud menyimpan dulu barang bawaan dan kembali berbincang untuk saling memberikan pesan supaya saat jauh dari kami nanti tidak merasakan kesulitan saat harus benar - benar mandiri.
Karena sudah menjadi peraturan akhirnya kami mecoba meminta keringanan supaya bisa dipanggilkan ulang. Akhirnya dengan berat hati Pak Ustadz menerima permintaan kami dan memanggilkan anak kami dengan syarat digerbang saja, namun anak kami tampak kecewa karena tidak bisa lama. Kamipun bingung karena masih banyak yang ingin kami sampaikan, hingga akhirnya melihat anak kami yang kebingungan memikirkan barang bawaannya itu entah bagaimana menyusunnya, berpamitan pada kami dengan sedikit kecewa dan mata yang basah sambil berkata "iadah" kemudian salam dan berpamitan untuk menyusun barang bawaan. Tentu saja pamitan tersebut membawa berjuta rasa yang entahlah rasanya ingin menangis meski aslinya memang meneteskan airmata.
Tak lama setelahnya, mau tidak mau kami harus kuat dan berharap anak kamipun kuat dan menjadi orang yang soleh kuat iman dan taqwanya dan juga fisiknya. Kami beranjak dari Pesantren, perasaan masih tidak jelas hingga akhirnya mamanya menangis tumpah dijalan, terpikir anak kami seperti apa di pondok, bagaimana, bisat tidak ini dan itu, dan sejuta rasa lainnya. Selang beberapa lama terlihat adiknya anak kami yang kedua tidak bergerak di pojok pintu mobil dekat keluaran angin AC. Mamahnya bertanya dan menariknya kenapa diam terus, ternyata sedang menangis juga. Kami baru ingat ternyata anak kami berpamitan karena niatnya akan keluar lagi sehingga belum berpamitan dengan adiknya ini. Iapun memangis dan kamipun sama menangis lagi.
Hari demi hari berlalu, anak kami selama 1 bulan tidak boleh ditengok, tidak boleh dikunjungi atapun ditelpon. Berbagai macam, rasa, pikiran, perkiraan, ketakutan hinggap pada kami. Meski kami tahu kami harus kuat, agar anak kami dipondokpun kuat. Beberapa waktu kemudian kami merasakan tenang kemudian timbul lagi pikiran yang takut, tidak jelas campur aduk, kemudian kami tenang lagi dan akhrinya kami mencoba saling menenangkan diri. Meskipun kami sambil menangis dirumah kami tetap mencoba menenangkan diri masing - masing. Kami tahu banyak hal yang harus kami bereskan dan kami urus dirumah. Jika bukan kami yang mengurus siapa lagi. Kami pasrahkan saja kepada sang pemilik langin dan bumi ini supaya semuanya baik - baik saja. aamiin
Namun demikian hari berlalu demi hari, 1 bulan itu rasanya lamaaaaaa sekali. Tak sabar rasanya ingin melihat menengok anak kami, mengetahui bagaimana kabarnya. Lama sekali 1 bulan itu.
Berkali - kali coba kami tanyakan kepada pihak pondok, namun tidak mendapatkan jawaban yang puas, hingga kahirnya alhamdulillah mendapatkan kabar bahwa anak kami baik - baik saja. Kamipun tenang. Begitulah selama sebulan, hingga kahirnya hari kunjunganpun tiba.......
Bersambung dulu bagian 2 seru pas awal ketemu itu..
Posting Komentar untuk "Sudah Kelas 7 Lagi"